Crazy Rich Slot Terbaik Di Indonesia
Crazy Rich Asians adalah film drama komedi romantis Amerika Serikat tahun 2018 yang disutradarai oleh Jon M. Chu dan diproduseri oleh Nina Jacobson, Brad Simpson dan John Penotti. Film ini dibuat berdasarkan novel berjudul sama karya Kevin Kwan tahun 2013 (di Indonesia novel ini berjudul Kaya Tujuh Turunan). Naskah film ini ditulis oleh Peter Chiarelli dan Adele Lim berdasarkan novel Crazy Rich Asians karya Kevin Kwan. Film ini dibintangi oleh Constance Wu, Henry Golding, Gemma Chan, Lisa Lu, Nico Santos, Awkwafina, Ken Jeong dan Michelle Yeoh.
Film Crazy Rich Asians ditayangkan secara perdana di TCL Chinese Theatre pada tanggal 7 Agustus 2018[3] dan dirilis di Amerika Serikat pada tanggal 15 Agustus 2018.[4] Film ini mendapatkan review positif dari para kritikus.
Rachel Chu (Constance Wu), seorang profesor fakultas ekonomi di Universitas New York, sedang makan di sebuah kafe bersama kekasihnya, Nick Young (Henry Golding), setelah mengajar. Rachel menerima undangan untuk menemani Nick ke Singapura untuk pernikahan sahabatnya, Colin (Chris Pang), dan tunangannya, Araminta (Sonoya Mizuno). Sehari setelah tiba di Singapura, Rachel mengunjungi teman kuliahnya, Goh Peik Lin (Awkwafina), beserta keluarganya, yang terkejut ketika Rachel memberi tahu mereka bahwa ia berkencan dengan Nick Young. Peik Lin menjelaskan riwayat kekayaan keluarga Nick dan pawai di acara pernikahan Colin, memperingatkan Rachel bahwa keluarga besar dan teman-teman Nick akan mengkritik dan mengejek Rachel meskipun Rachel tidak memedulikannya. Ketika pesta makan malam berlangsung di rumah keluarga Nick, Nick memperkenalkan Rachel kepada ibunya, Eleanor (Michelle Yeoh), sementara sepupu Nick, Astrid (Gemma Chan), mengetahui bahwa suaminya, Michael (Pierre Png), telah berselingkuh. Rachel khawatir Eleanor tidak menyukainya meskipun Rachel tampaknya membuat kesan yang baik pada nenek Nick, Su Yi (Lisa Lu).
Rachel menghadiri pesta lajang Araminta di mana Rachel bertemu dengan Amanda (Jing Lusi), yang mengungkapkan bahwa ia adalah mantan kekasih Nick. Rachel kembali ke kamar hotelnya dan melihat kamarnya dirusak dan dicoret-coret dengan hinaan perempuan materialistis, lalu Astrid menenangkan Rachel dan bercerita tentang perselingkuhan Michael. Nick menghadiri pesta lajang Colin di mana ia memberitahu Colin tentang rencananya untuk melamar Rachel. Colin mengungkapkan tentang Rachel yang bekerja di Amerika Serikat dan Nick yang diharapkan akan mewarisi perusahaan keluarganya sendiri. Rachel memberitahu Nick tentang pesta lajang tersebut dan Nick meminta maaf kepada Rachel karena tidak memberitahunya tentang keluarganya. Nick membawa Rachel untuk membuat pangsit jiaozi dengan keluarga Nick di mana Rachel mengagumi cincin pertunangan zamrud Eleanor. Kemudian, Eleanor menceritakan pengorbanan yang dilakukannya untuk menjadi bagian dari keluarga Young dan memberitahu Rahel bahwa Rachel "tidak akan pernah cukup". Rachel ragu-ragu untuk menghadiri pernikahan, namun Peik Lin meyakinkannya untuk melawan Eleanor dan membantunya mempersiapkan diri. Dalam perjalanan ke pernikahan, Astrid berseteru dengan Michael tentang perselingkuhannya. Michael menyalahkan ketidakbahagiaannya kepada Astrid dan kekayaan keluarga Astrid, keluar dari mobil mereka dan meninggalkan Astrid sendirian di dalam mobil.
Di pesta pernikahan, Rachel berdiri di hadapan Amanda dan Eleanor, menegaskan dirinya menentang mereka, sementara Astrid tiba di pesta pernikahan itu bersama neneknya, Su Yi, untuk menutupi ketidakhadiran Michael. Selama resepsi malam itu, Eleanor dan Su Yi secara pribadi berseteru dengan Rachel dan Nick. Menggunakan bukti investigasi pribadi, mereka mengungkapkan bahwa Rachel berasal dari perselingkuhan setelah ibu Rachel, Kerry (Tan Kheng Hua), meninggalkan suaminya dan melarikan diri ke Amerika Serikat, lalu mereka meminta Nick untuk mengakhiri hubungan dengan Rachel karena takut dengan skandal tersebut. Rachel terdiam karena Kerry memberitahunya bahwa ayahnya sudah mati dan lari sambil menangis, sementara Nick mengejarnya meskipun diperingatkan oleh Su Yi. Rachel pergi ke rumah Peik Lin di mana Rachel tinggal selama beberapa hari. Kerry tiba di Singapura untuk mengunjunginya secara mendadak dan menjelaskan bahwa suaminya kasar dan bahwa ia hamil dari seorang teman lama yang berusaha menghiburnya, kemudian melarikan diri karena takut kepada suaminya. Kerry memberitahu Rachel bahwa Nick yang telah mengatur kunjungan Kerry dan mendesak Rachel untuk berbicara dengannya. Ketika mereka bertemu, Nick meminta maaf dan melamar Rachel.
Rachel bertemu Eleanor di ruang mahjong dan memberitahunya bahwa ia menolak lamaran Nick sehingga hubungan Nick dengan keluarganya tidak akan hancur dan bahwa ketika Nick menikahi wanita lain yang cukup untuk Eleanor, hal itu terjadi berkat Rachel. Rachel sengaja kehilangan permainan untuk Eleanor dan meninggalkan ruang tersebut dengan Kerry. Astrid memberitahu Michael bahwa ia akan pindah dari apartemen mereka dan menyalahkan Michael atas kegagalan pernikahan mereka. Rachel dan Kerry naik pesawat kembali ke New York City, akan tetapi mereka dihalangi oleh Nick, yang melamarnya dengan cincin Eleanor, mengungkapkan restunya kepada mereka. Rachel menerima dan mereka tinggal di Singapura satu malam lagi untuk pesta pertunangan mereka di mana Eleanor menghormati Rachel, sementara Astrid bertukar pandang dengan mantan tunangannya, Charlie Wu (Harry Shum Jr.).
Penulis Kaya Tujuh Turunan Kevin Kwan tampil sebagai cameo di adegan Radio One Asia.[27] Kina Grannis tampil sebagai penyanyi dalam adegan pernikahan.[27]
Kevin Kwan menerbitkan novel komedi karyanya berjudul Kaya Tujuh Turunan pada 11 Juni 2013. Satu di antara produser pertama yang menghubungi Kevin adalah Wendi Deng, yang sudah membaca salinan awal novel yang disediakan oleh Graydon Carter.[28][29] Produser lainnya yang awlanya tertarik dengan proyek ini mengusulkan whitewashing (memerankan orang kulit putih sebagai peran orang bukan kulit putih) terhadap tokoh utama wanita bernama Rachel Chu yang diperankan oleh aktris Kaukasia,[30] sehingga mendorong Kevin memilih hak atas film tersebut seharga hanya $1 sebagai ganti dari peran berkelanjutan untuk keputusan kreatif dan pengembangan.[28][31] Pada Agustus 2013, produser Nina Jacobson memperoleh hak untuk mengadaptasi novel ini menjadi film. Nina dan mitranya Brad Simpson bermaksud memproduksi film ini di bawah bendera studio mereka Color Force, dengan pengembangan proyek tersebut diserahkan kepada Bryan Unkeless. Rencana awal mereka adalah memproduksi adaptasi film di luar sistem studio dan menyusun pembiayaan untuk pengembangan dan produksi dari Asia dan wilayah lain di luar Amerika Serikat.[32][33] Kebebasan yang diciptakan dengan menghindari struktur pendanaan yang khas akan memungkinkan semua pemeran film ini diperankan oleh artis berkebangsaan Asia. Nina berkata bahwa mendapatkan sesuatu dalam pengembangan dan bahkan mendapatkan uang di muka adalah cara mudah untuk tidak pernah melihat film yang dibuat.[28]
Pada 2014, grup investasi film Asia yang berbasis di Amerika Serikat Ivanhoe Pictures bermitra dengan Nina untuk menyokong keuangan dan produksi Crazy Rich Asians.[34] Presiden Ivanhoe John penotti menyatakan: "Bagi kami, novel ini jutuh ke pangkuan kami seperti, 'Ini sebabnya kami menjalankan perusahaan ini.' Tidak seperti Hollywood yang menebak-nebak, 'Ya Tuhan, akankah ini berhasil? Kami tidak tahu. Semuanya orang Asia,' justru sebaliknya bagi kami: 'Itulah mengapa itu akan berhasil.'"[28]
Penulis skenario Peter Chiarelli dan Adele Lim dipekerjakan untuk menulis skenario sebelum sutradara film ini ditunjuk.[29] Peter bekerja dengan memfokuskan alur pada dinamika hubungan antara Eleanor, Rachel, dan Nick. Adele yang dilahirkan di Malaysia menambahkan rincian budaya yang spesifik dan mengembangkan peran Eleanor.[28] Pada Mei 2016, sutradara Jon M. Chu bernegosiasi dengan Color Force dan Ivanhoe Pictures perihal penyutradaraan film adaptasi ini.[35] Dia dipekerjakan setelah memberikan presentasi visual kepada para eksekutif tentang pengalamannya sebagai generasi Asia-Amerika Serikat pertama. Jon sebenarnya disebutkan secara tidak langsung dalam novel aslinya karena Kevin berkawan dengan sepupunya bernama Vivian.[28]
Pada Oktober 2016, Warner Bros. Pictures memperoleh hak penyaluran bagi proyek ini setelah melalui apa yang disebut Variety sebagai peran penawaran yang panas.[36] Netflix dilaporkan bersungguh-sungguh mencari hak penyaluran seluruh dunia dari proyek tersebut dengan menawarkan kebebasan artistik, trilogi dengan lampu hijau dan pembayaran besar, minimal tujuh untuk setiap pemangku kepentingan di muka. Namun, Kevin dan Jon memilih Warner Bros. karena dampak budaya dari penayangan bioskop yang lebih luas.[28][29]
Tanggal adalah tanggal, dan jika itu tidak bisa digerakkan, saya mengerti. Namun, saya akan menempatkan seluruh hati, harapan, humor, dan keberanian saya dalam peran itu. Apa yang bisa dilakukan ini sangat berarti bagi saya. Itu sebabnya saya banyak mendukung gadis-gadis muda Asia-Amerika Serikat agar mereka tidak menghabiskan waktu dengan perasaan kecil atau diperintahkan untuk merasa bersyukur bahkan berada di meja.
— Constance Wu dalam sebuah surat yang ditujukan kepada Jon M. Chu (2016)[28]
Meskipun awalnya dia mengikuti audisi untuk peran Rachel pada pertengahan 2016, Constance Wu tidak dapat menerima peran ini karena konflik dengan serial televisi Fresh Off the Boat yang masih dilakoninya. Namun, Constance menulis surat kepada Jon untuk menjelaskan hubungannya dengan jati diri Rachel, dan meyakinkan Jon untuk mengundurkan jadwal produksi selama empat bulan.[28] Produksi dijadwalkan dimulai pada April 2017 di Singapura dan Malaysia.[9][37][38]
Selepas Constance ditunjuk untuk memerankan Rachel Chu,[5] aktor pendatang baru Henry Golding berperan sebagai Nick Young.[6] Pada Maret 2017, Michelle Yeoh turut ikut serta dalam produksi film dengan berperan sebagai Eleanor Young, ibu Nick.[39] Pemeran pendukung diisi oleh Gemma Chan yang berperan sebagai sepupu Nick, Astrid Young dan Sonoya Mizuno sebagai Araminta Lee.[15] Constance, Michelle, dan Gemma adalah bagian dari "lembar pemeranan impian" sutradara Jon sebelum pemeranan dikonfirmasi, bersama dengan Ronny Chieng dan Jimmy O. Yang.[29] Pada 18 April 2017, aktris Filipina Kris Aquino berperan sebagai cameo.[40] Pada 12 Mei, Ken Jeong diumumkan bergabung dengan para pemeran.[41] Meskipun Ken berperan sebagai peran kecil yang hanya melibatkan kurang dari satu minggu pembuatan film, dia menyatakan: "Itu hanya sesuatu yang aku ingin menjadi bagian dari film ini. Ini tentang ingin menjadi bagian dari sesuatu yang monumental. Sesuatu yang lebih besar daripada saya. Saya sangat pusing menjadi bagian dari film ini, saya tidak dapat memberitahukan ini kepada Anda."[28]
Pemeranan Nick Young, pemeran terakhir yang dilakukan pengambilan film, awalnya terasa menantang bagi pembuat film karena sutradara Jon M. Chu dilaporkan tidak puas dengan finalis awal dari Los Angeles dan Tiongkok yang dirasa tidak bisa meniru aksen bahasa Inggris Nick yang dideskripsikan sebagaimana dari novel aslinya dengan tepat.[29] Setelah mendapat informasi dari akuntannya Lisa-Kim Kuan,[42] Jon mulai aktif mengajak Henry untuk berperan sebagai Nick yang dirasa memiliki aksen yang tepat.[43]
Biscuit Films, sebuah perusahaan produksi yang terletak di Petaling Jaya yang memberikan sokongan bagi film ini, menugaskan sutradara peran Jeririca Lai untuk menyediakan bakat lokal termasuk Carmen Soo (sebagai Francesca Shaw, seorang sosialita) dan Calvin Wong (saudara laki-laki Peik Lin).[44]
Pemeranan film ini sebelum penayangan disambut dengan pujian (di Amerika Serikat untuk semua pemeran berketurunan Asia) dan kritik atas kurangnya keragaman bangsa Asia, berdasarkan pada isu-isu mulai dari aktor bukan Tionghoa (Henry dan Sonoya) yang memerankan peran berbangsa Tionghoa, dominasi bangsa Tionghoa dan Asia Timur dalam film ini yang kurang mewakili Singapura, dan sebagai pengabdian dominasi Tionghoa yang ada di media dan budaya popnya.[45]
Pengambilan gambar utama dimulai pada 24 April 2017,[46] dan selesai pada 23 Juni.[47] Pengambilan film dilakukan di sejumlah tempat di Kuala Lumpur, Langkawi, dan Penang di Malaysia, serta di Singapura.[48][49] Pengambilan film dilakukan oleh Vanja Černjul menggunakan kamera Panasonic VariCam PURE yang dilengkapi dengan lensa anamorfik.[50] Rancangan produksi ditulis di kredit film sebagai Nelson Coates.[51]
Produser Tim Coddington menghubungi Biscuit Films untuk mencari lokasi potensial di Malaysia yang mirip dengan foto-foto wastu di Thailand yang ia miliki, dan Biscuit meyakinkannya untuk beralih tempat ke Malaysia, yang secara budaya lebih mirip dengan Singapura, latar dari novel aslinya.[44] Rumah leluhur keluarga Nick yang berlatarkan di Tyersall Park di Singapura sebetulnya difilmkan di dua wastu terbengkalai yang membentuk Carcosa Seri Negara di dalam Taman Botani Perdana di Kuala Lumpur.[52] Adegan di dalam bangunan difilmkan di sebuah gedung, manakala adegan di luar bangunan difilmkan di gedung lainnya; aslinya gedung-gedung tersebut dibina sebagai tempat tinggal Komisioner Tinggi Inggris untuk Malaya pada awal abad ke-20,[52] dan akhir-akhir ini digunakan sebagai hotel butik sebelum akhirnya ditutup pada 2015.[53] Bangunan Carcosa Seri Negara yang dimiliki pemerintah Malaysia kemudian terbengkalai; seperti yang ditemukan pada 2017, keadaan bangunan ini tak terurus dan kotoran monyet bertebaran di mana-mana.[54][55] Perancang latar terilhami untuk mendekorasi latar bangunan dengan langgam Peranakan. Kevin Kwan yang lahir di Singapura dan tinggal bersama kakek dan nenek dari pihak ayahnya sebelum pindah ke Amerika Serikat menyumbangkan foto-foto lama keluarganya untuk menyokong dekorasi latar bangunan ini.[55] Perancang latar menghilangkan permadani, mengecat lantai supaya terlihat seperti ubin, dan mempekerjakan seniman setempat untuk melukis mural. Boneka harimau di lobi adalah simulacrum yang dibentuk dari busa dan bulu di Thailand; inspektur bea cukai menunda pengiriman benda ini karena mereka mengira benda ini adalah binatang taksidermi yang sebenarnya.[54]
di Singapura tempat adegan pernikahan dalam film dihelat.
Adegan pembuka yang berlatarkan London dan West Village sebenarnya diambil di Kuala Lumpur dan Penang.[55] Hotel Calthorpe yang dibeli oleh keluarga Young adalah E&O Hotel di Penang, auditorium dosen berlatarkan di Universitas New York difilmkan di Putrajaya, dan rumah makan tempat Nick meminta Rachel untuk bepergian bersamanya difilmkan di BLVD House, Naza Towers di Platinum Park, Kuala Lumpur.[44] Adegan turun dari taksi di Bandar Udara Internasional John F. Kennedy juga difilmkan di Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur.[56] Singapore Airlines diminta ikut serta dalam produksi film dengan imbalan penempatan produk maskapai penerbangan tersebut, tetapi menolak dengan alasan tidak yakin film ini akan mewakili maskapai dan pelanggan mereka dengan baik. Produser Brad Simpson menyebut bahwa penolakan dari maskapai tersebut membuat maskapai yang digunakan film ini menggunakan nama fiksi yaitu Pacific Asean Airlines.[51] Adegan ketika Eleanor dan ibu-ibu lainnya membaca Alkitab difilmkan di tempat tinggal pribadi di Rumah Belanda di Kuala Lumpur.[57][58] Suit kelas satu yang mewah di penerbangan Pacific Asean adalah latar yang dibangun di Pusat Konvensi & Pameran Internasional Malaysia (Malaysia International Exhibition & Convention Centre, MIECC) di Serdang, Selangor.[44] Adegan ketika Rachel dan Nick tiba di Bandar Udara Internasional Changi dan kemudian Rachel dibawa pergi oleh Colin dan Araminta ke Pusat Makanan Newton difilmkan di tempat itu juga.[49][53][59] Setelah menetap di Singapura, Rachel dan Nick menginap di sebuah hotel mewah (adegan diambil di Raffles Hotel) alih-alih warisan leluhur Young di Tyersall.[49][60] Peran Astrid diperkenalkan dengan menunjukkan barang belanjaannya yaitu perhiasan di perancang eksklusif; toko perhiasan tersebut dibuat dengan mendekorasi ulang Astor Bar di St. Regis Hotel di Kuala Lumpur.[54][61] Rumah keluarga Goh benar-benar merupakan tempat tinggal di luar Cluny Park di Singapura, meskipun pendekorasi latar bertanggung jawab atas penyepuhan dan pilar yang berlebihan.[53][62]
Colin dan Nick melarikan diri dari tongkang pesta (latar ini dibangun di lapangan parkir di MIECC, dan kapal kontainer disewa untuk pengambilan gambar di luar)[44][49][54] untuk melakukan tetirah di Pulau Rawa (adegan difilmkan di Pulau Langkawi),[44][63] dan pesta lajang berlangsung di Four Seasons di Langkawi.[59] Setelah Eleanor melecehkan Rachel di pesta pangsit, Rachel disambut oleh Peik Lin di rumah makan Humpback di Jalan Bukit Pasoh.[49][53][60] Pernikahan Araminta dan Colin diambil di CHIJMES, bekas biara yang dibangun pada abad ke-19 di Singapura.[49][55][59] Selepas pernikahan, resepsi pernikahan dihelat di Supertree Grove di Taman di Teluk.[49][59] Rachel sepakat untuk bertemu dengan Nick di Taman Merlion (adegan ini juga menampilkan tempat yang difilmkan di Taman Esplanade)[64] sebelum dia kembali ke New York.[59][63] Eleanor berjalan melalui gapura di Bukit Ann Siang di dekat Pecinaan Singapura sebelum tiba untuk ikut dalam pertandingan mahyong dengan Rachel; adegan ini difilmkan di Wastu Cheong Fatt Tze di Penang]] yang didekorasi ulang sebagai ruang mahyong dalam film ini.[53][59][63] Chu menginginkan adegan pertandingan mahyong itu menjadi koreografi yang sangat khusus, dan mempekerjakan pakar mahyong untuk memberi nasihat bagi koreografi ini.[65] Adegan yang menampilkan Nick dan Rachel difilmkan di dalam jet dua gang yang diparkir di Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur.[66] Adegan penutup film ini berlatar di Marina Bay Sands.[59]
[Keluarga Young] benar-benar 'uang lama'. Keluarga Goh Peik Lin adalah 'uang baru'. Mereka hanya menghasilkan uang dan sangat menikmatinya. Mereka hanya melemparkannya, ingin memamerkannya. Keluarga Young terbiasa memiliki uang, dan mereka diam tentang itu. Mereka berpakaian dengan cara yang lebih elegan. Rumah mereka lebih mirip museum, dan semuanya amat bersahaja.
— Perancang busana Mary Vogt (2018)[67]
Rancangan busana ditangani oleh Mary Vogt, dengan Andrea Wong menjabat sebagai konsultan dan pembeli busana senior.[68] Mereka menggunakan gaun dan pakaian dari perancang busana seperti Ralph Lauren, Elie Saab, Dolce & Gabbana, Valentino, dan Christian Dior;[67][69] banyak jenama yang ingin pakaian mereka ditampilkan dalam film.[68] Penampilan busana dalam film ini dipengaruhi oleh film lainnya yang dikutip oleh Jon Chu, termasuk The Wizard of Oz, Cinderella, dan In the Mood for Love.[67] 30 penata rias artis dipekerjakan untuk merias aktor yang sedang melakukan pengambilan gambar ketika berada dalam terik panas dan lembap saat menggunakan pakaian formal.[70]
Sebelum melawat ke Malaysia dan Malaysia, Mary menerima permintaan bantuan dan Kevin yang berbagi foto-foto lama keluarganya untuk menjelaskan bagaimana masyarakat orang kaya lama di Singapura sangat berkelas dan elegan,[68][69] berkebalikan dengan keluarga Goh yang termasuk orang kaya baru, yang dianggap hanya melempar-lempar uang untuk sekadar memamerkan kekayaannya.[67] Andrea Wong menunjuk perancang-perancang di Kuala Lumpur kepada Mary, yang tidak hanya bersumbangsih kepada busana, tetapi juga wawasan akan busana masyarakat kelas atas setempat.[68] Kevin yang bekerja sebagai konsultan rancangan sebelum menulis novel mengandalkan orang-orang kenalannya yang bekerja di industri busana untuk merancang busana untuk film ini.[68]
Dalam adegan awal, Astrid memberikan jam tangan kepada suaminya Michael, yang merupakan "Paul Newman" Rolex Daytona yang dipinjamkan setelah diminta oleh Kevin bagi keperluan pengambilan gambar.[70][71][72] Michelle memanfaatkan persahabatannya dengan taitai (pemimpin istri atau kepala istri dari banyak istri dalam sebuah keluarga besar) untuk membantu membentuk pilihan pakaian terakhir, dan meminjamkan barang-barang dari kumpulan perhiasan pribadinya, termasuk cincin pertunangan yang terbuat dari zamrud yang khas.[66][68][73] Kevin dan Jon bersikeras bahwa semua perhiasan yang digunakan keluarga Young harus asli; bros anggrek yang digunakan Su Yi (Ah Ma) di pesta pernikahan dan sebuah ikat pinggang untuk Eleanor (juga awalnya adalah bros, tetapi digunakan untuk membuat gaun itu sesuai dengan Michelle Yeoh) dirancang oleh Michelle Ong dan dipinjamkan dari Carnet.name=Vulture-fashion />[71] Beberapa perhiasan lainnya, termasuk anting-anting mutiara Astrid, dipinjamkan dari Mouawad, dan penjaga dipekerjakan untuk melindungi perhiasan tersebut,[54][67] yang kadang kala berpengaruh terhadap pembuatan film.[51] Pemeran tambahan yang menghadiri resepsi pernikahan berasal dari Persatuan Peranakan dan diminta untuk mengenakan pakaian lama mereka yang formal untuk menambah khazanah budaya setempat dalam pesta.[54][69]
Selama proses produksi film berlangsung, Jon dan pengawas musik Gabe Hilfer mengumpulkan daftar ratusan lagu bertema uangm termasuk lagu karya Kanye West ("Gold Digger"), Hall & Oates ("Rich Girl"), the Notorious B.I.G. ("Mo Money Mo Problems"), Lady Gaga ("Money Honey"), and Barrett Strong ("Money (That's What I Want)").[74][75] Agar jalur suara menjadi dwibahasa, Jon dan Gabe mengompilasikan lagu-lagu Tionghoa dari 1950-an hingga 1960-an oleh Ge Lan (Grace Chang) dan Yao Lee, serta lagu kontemporer, kemudian mencari video penyanyi yang fasih berbahasa Mandarin di YouTube sebagai bahan pembuatan versi cover dari lagu.[74] Album jalur suara dan album skor film ini oleh Brian Tyler dirilis melalui WaterTower Music pada 10 Agustus 2018.[76]
Crazy Rich Asians ditayangkan di Amerika Serikat pada 15 Agustus 2018, dimajukan dari rencana sebelumnya pada 17 Agustus 2018;[77] sebelumnya film ini direncanakan akan ditayangkan bersamaan dengan Mile 22 dan Alpha di Amerika Serikat dan Kanada.[78] Penayangan awal dihelat di Theatre at Ace Hotel di Los Angeles pada April 2018 dan mendapatkan tanggapan yang sangat emosional dari pemirsa. Penayangan awal ini kemudian berlanjut ke San Fransisco, Washington D.C., dan Kota New York.[29] Penayangan perdana film ini dihelat di TCL Chinese Theatre di Los Angeles pada 7 Agustus 2018.[3] Tagar #GoldOpen digunakan untuk menarik perhatian pemirsa akan film ini.[79]
Film ini ditayangkan di Singapura dan Malaysia pada 22 Agustus 2018,[80][81] kemudian berlanjut di Hong Kong pada 23 Agustus 2018 dan Taiwan pada 24 Agustus 2018.[82] Di Indonesia, film ini ditayangkan pada 11 September 2018.[83] Di Inggris, film ini ditayangkan pada 14 September 2018, dimajukan dari jadwal sebelumnya yaitu November 2018.[84][85] Pada 28 September 2018, film ini ditayangkan di 75 bioskop di Jepang.[86] Pada Oktober 2018, film ini diumumkan akan ditayangkan di Tiongkok pada 30 November 2018.[82] Pada bulan yang sama, film ini ditayangkan di Korea Selatan pada 25 Oktober 2018.[87]
Film ini mendapat penerimaan yang baik oleh pemirsa dari Singapura, sekalipun beberapa di antaranya merasa penggambaran keluarga kaya yang tinggal di sana terlalu diwakili dan didramakan[88] Penulis dan produser di industri film dan televisi Inggris mengungkapkan harapan bahwa penerimaan keuangan Crazy Rich Asians yang positif akan menghasilkan lebih banyak artis Asia Timur dalam perfilman selepas penayangan film ini di Britania Raya. Film ini dianggap sangat terkenal karena keterlibatan beberapa aktor Inggris keturunan Asia Timur yang terlibat dalam film ini.[89]
Namun, Crazy Rich Asians mendapatkan penerimaan yang biasa-biasa saja di kalangan pemirsa Tiongkok, berbanding terbalik dengan perkiraan awal yang tinggi dari Warner Bros. Pictures.[90] Penerimaan tersebut disebabkan oleh pelbagai alasan, salah satunya tema kekayaan berlebih yang diusung film ini dikesalkan pemirsa karena pelambatan ekonomi yang terjadi di negara tersebut,[91] dan film ini dibandingkan dengan film Tiongkok berjudul Tiny Times (2013) oleh beberapa media di China.[92][93] Tema identitas suku dan budaya yang juga diusung film ini dinilai tidak berkaitan dan mungkin menjemukan bagi pemirsa.[94] Tidak seperti negara asal film ini, Amerika Serikat, pemeran yang semuanya orang Asia tidak dianggap sama halnya seperti novel di Tiongkok, dan film ini tidak menampilkan banyak artis bintang di Tiongkok, selain daripada Michelle Yeoh dan Lisa Lu.[95] Penayangan yang baru digelar sekitar tiga setengah bulan juga berpengaruh negatif bagi film ini karena banyak calon penonton film ini sudah menonton versi bajakan atau menonton di luar negeri.[95] Sekalipun tidak mendapatkan tanggapan yang baik sebagaimana negara lainnya, penayangan di Tiongkok dinilai penting bagi produser karena film kedua seri ini, China Rich Girlfriend, direncanakan akan melakukan pengambilan film di Shanghai, tempat sebagian adegan dalam film tersebut berlatar, sehingga film ini berpotensi sebagai film produksi bersama dengan Tiongkok.[94][96]
Tingkat kunjungan wisatawan ke Singapura meningkat selepas penayangan Crazy Rich Asians, sebagian disebabkan oleh pelbagai atraksi yang ditampilkan dalam film, seperti Marina Bay Sands and Hotel Raffles. Konferensi Tingkat Tinggi Amerika Serikat–Korea Utara 2018 yang dihelat di Singapura juga dikatakan telah meningkatkan jumlah wisatawan.[97] Penjualan novel asli mengalami peningkatan sekitar 1,5 juta novel selepas penayangan film.[98]
Crazy Rich Asians dirilis dalam versi digital pada 6 November 2018 serta dalam DVD, Blu-ray dan Ultra HD Blu-ray pada 20 November 2018. Fitur istimewa The Blu-ray Combo Pack termasuk komentar oleh sutradara Jon M. Chu dan penulis novel Kevin Kwan, sebuah gag reel dan adegan-adegan yang dihapus.[99] Pada 2 Desember 2018, sebulan selepas perilisan video rumahan film ini, Crazy Rich Asians meraih pendapatan kotor dengan kisaran $7,3 juta dari sekitar 209.973 DVD kolektif dan Blu-ray yang dijual.[100]
Hingga 6 Januari 2019[update], Crazy Rich Asians memperoleh pendapatan kotor sebesar $174,5 juta di Amerika Serikat dan Kanada, dan $64 juta di luar kedua negara tersebut, dengan jumlah keseluruhan sebesar $238,5 juta, berbanding dengan biaya produksi sebesar $30 juta.[2] Pada Oktober 2018, film ini menjadi film komedi romantik berpendapatan kotor tertinggi selama 10 tahun terakhir, dan film berpendapatan kotor tertinggi ke-6 sepanjang masa.[101]
Tiga minggu sebelum penayangan di Amerika Serikat dan Kanada, Crazy Rich Asians diperkirakan mendulang $18–20 juta selama permulaan penayangan di akhir pekan selama lima hari.[78] Pada minggu penayangan film, perkiraan telah mencapai $26–30 juta; Fandango melaporkan penjualan awal tiket melebihi Girls Trip (yang memulai debutnya menjadi $31,2 juta pada Juli 2017.[102][103] Pada 8 Agustus 2018, penayangan lanjutan khusus dihelat, dan menghasilkan sekitar $450,000–500,000; sebagian besar dari 354 bioskop yang melakukan penayangan ini dilaporkan laris manis.[104] Pada penayangan hari pertamanya, film ini meraih $5 juta dan $3,8 juta di hari kedua penayangannya. Pada penayangan akhir pekannya, film ini meraih pendapatan kotor sebesar $26,5 juta, dengan jumlah keseluruhan dalam lima hari sebesar $35,2 juta, sehingga berjaya menempati peringkat pertama box office. 38% dari pemirsa adalah orang-orang keturunan Asia, sehingga menjadi film dengan pemirsa keturunan Asia tertinggi di Amerika Serikat dalam tiga tahun terakhir mengalahkan The Foreigner dengan 18,4% pemirsa pada 2017.[105] Pada akhir pekan kedua penayangan film, pendapatan kotor yang diterima sebesar $24,8 juta, dengan box office drop yang hanya sebesar 6%, sehingga Deadline Hollywood menaggapinya dengan menyebut hal tersebut sulit untuk dipercayai.[106][107] Film ini terus ditayangkan dengan baik di akhir pekan ketiga dengan penghasilan $22 juta (turun hanya 10% dari minggu sebelumnya) dan tetap di urutan pertama.[108] Akhirnya film ini tidak ditayangkan pada akhir pekan keempat dan menempati urutan ketiga setelah film yang lebih baru yaitu The Nun dan Peppermint dengan pendapatan sebesar $13.1 juta.[109]
Di Singapura, Crazy Rich Asians memperoleh pendapatan kotor sebesar lebih dari $5 juta.[91] Penjualan tiket film pada minggu pertama berhasil mencapai $2,5 juta, jumlah yang dianggap sangat tinggi. Banyak penonton yang berasal dari organisasi ataupun persendirian yang membeli seluruh tiket untuk satu studio demi menyaksikan film ini, ditambah dengan ketertarikan umum untuk melihat bagaimana film Hollywood menggambarkan negara kota itu, dinilai sebagai sumbangsih utama jumlah pendaapatan yang diperoleh dari box office.[110]
Penayangan film ini di Tiongkok dianggap kurang berhasil karena hanya menempati peringkat delapan di akhir pekan pembukaan box office dan tidak ditayangkan lagi di setengah layar yang didapat dari Sabtu hingga Minggu.[94] Laporan awal menyatakan bahwa film ini gagal mendulang satu juta dolar pada akhir pekan pembukaan setelah mendapat $810.000 pada Jumat dan Sabtu,[111] tetapi angka tersebut kemudian diperbarui hingga jumlah keseluruhan penghasilan yang didulang adalah $1,2 juta.[96]
Meskipun film ini dipuji di Amerika Serikat karena peran film ini yang kebanyakan keturunan Asia,[112] di sisi lain film ini dikritik karena memerankan aktor dwibangsa dan bukan Tionghoa dalam peran berbangsa Tionghoa.[113] Film ini juga dikritik karena memiliki peran yang berbicara dalam bahasa Inggris logat Britania dan Amerika alih-alih Singapura.[114][115] Selain itu, film ini dikritik karena mewakili penampilan asli Singapura yang buruk dengan menghilangkan pemeran masyarakat bukan Tionghoa dalam film ini.[116][117]
Pemeranan aktor dwibangsa Henry Golding yang berketurunan Inggris dan Dayak Iban sebagai pemeran Tionghoa-Singapura Nick Young memicu kontroversi karena dianggap menggambarkan diskriminasi berdasarkan warna kulit. Pemeranan Sonoya Mizuno yang berketurunan Jepang, Argentina, dan Inggris sebagai pemeran Tionghoa-Singapura lainnya Araminta Lee juga menuai kritik. Aktris Korea-Amerika Jamie Chung yang telah mengikuti audisi untuk sebuah peran tetapi ditolak karena dianggap tidak berbangsa Tionghoa, menjawab pertanyaan mengenai pemeranan Henry dengan menyebut ini adalah omong kosong dalam sebuah wawancara pada 24 April 2017.[118] Pernyataan Jamie disambut dengan reaksi keras di media sosial, dengan beberapa warganet menuduhnya bias terhadap orang Eurasia dan menanggapi bahwa ia sebelumnya berperan sebagai Mulan, pemeran berbangsa Tionghoa, dalam serial televisi Once Upon a Time.[119][120] Jamie kemudian mengklarifikasi pernyataannya itu di media sosial[119] dan meminta maaf kepada Henry atas pernyataannya; Henry menerima permintaan maaf darinya.[121] Jamie kemudian menyatakan sokongannya bagi Crazy Rich Asians berikut para pemerannya, lewat pernyataannya yang menyebut mereka akan ada proyek lain yang menjadi penuh dengan pemeran berketurunan Asia.[122]
Awalnya Henry menyebut kritik terhadap pemeranannya cukup menyakitkan,[123] tetapi kemudian lebih terbuka terhadap kritik karena ia merasa bahwa harus ada pembicaraan perihal itu,[124] sementara Sonoya mengatakan bahwa kritik terhadap pemeranannya membuatnya kesal.[125] Bintang film ini lainnya juga membela terkait pemeranannya, dengan Ronny Chieng menyatakan bahwa Henry lebih Malaysia daripada kebanyakan orang Malaysia.[126] sementara Awkwafina dengan berkelakar mengatakan kritik terhadap pemeranan akan menjadi buruk hanya jika produser menggunakan Emma Stone sebagai pemeran Nick dalam Aloha (2015).[127]
Sosiolog dan penulis Reel Inequality: Hollywood Actors and Racism Nancy Wang Yuen yang membela pemeranan Henry menduga kritik atas pemeranan film ini didorong atas kemurnian ras. Dengan menganggap Henry "tidak cukup menjadi orang Asia", para pencela memilih untuk mengabaikan warisan Asia-nya. Nanny membandingkan kritik terhadap Henry dengan persepsi publik tentang mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama yang juga dwibangsa. Dia menyebut bagaimana dunia memandang Obama sebagai orang kulit hitam berbanding terbalik dengan ibu Obama yang berkulit putih dan menyerukan standar ganda dalam menghapus keturunan Asia yang disandang Henry sembari melenyapkan leluhur Obama yang berkulit putih.[128]
Sutradara Jon M. Chu mempertahankan keputusannya untuk memerankan Henry dengan menyatakan bahwa pertanyaan mengenai pemeran dan khususnya Henry membuatnya gelisah,[129] kemudian mengakui:
Saya sadar bahwa saya hanya marah kepada orang-orang yang merasa tersinggung. Mereka adalah orang-orang seperti saya yang telah menonton film-film Hollywood, dan menyaksikan pemeran-pemeran yang hilang karena seseorang berkata bahwa seorang pria Asia tidak bisa menjadi yang terdepan dalam hal ini-itu.[129]
Wartawan The Straits Times berkebangsaan Tionghoa-Singapura John Lui mengkritik para pemeran dengan berpendapat bahwa setetes darah Asia sudah cukup bagi Hollywood, yang termotivasi untuk melemparkan Golding ("wajah yang secara etnis ambigu") karena permohonannya kepada seorang berbagai macam pemirsa. John marah kritiknya, menyatakan "itu salah untuk mengurutkan aktor menjadi tumpukan 'Asia' dan 'tidak cukup Asia'".[113] Nick Chen dari The Independent juga berbicara negatif tentang casting tersebut, menyebut casting Golding sebagai whitewashing yang tidak diketahui oleh para kritikus dan penonton bioskop. Komentar awal Chung dikutip sebagai salah satu dari beberapa contoh serangan balik.[130]
Berbeda dengan mereka yang menyebut agar peran film ini diisi aktor keturunan Tionghoa atau Asia Timur, yang lainnya, terutama yang berasal dari negara Asia, menyatakan kekecewaannya pada kurangnya kehadiran artis-artis keturunan Asia Selatan dan Tenggara, yang juga mewakili populasi yang besar di Singapura.[131][132] Jurnalis asal Singapura Kirsten Han menyebut bahwa film ini mengaburkan populasi bangsa Melayu, India, Eurasia, dan lainnya yahng menjadikan Singapura sebagai tempat yang kaya secara budaya dan unik.[133] Beberapa di antaranya mengkritisi hilangnya peran orang Melayu dan India (mesing-masing menduduki peringkat kedua dan ketiga kelompok bangsa terbesar di Singapura) dalam film ini, sehingga film ini dinilai tidak mewakili masyarakat multirasial Singapura dengan tepat.[134]
Ilmuwan politik Universitas Nasional Singapura Ian Chong memberi komentar bahwa film ini mewakili yang terburuk dari Singapura dengan menghilangkan aspek bangsa minoritas, orang miskin dan terpinggirkan, sehingga murni menampilkan orang-orang Tionghoa dan istimewa lagi kaya semata.[132] Penyair dan penulis latar Melayu-Singapura Alfian Sa'at menyebutkan judul ini sebagai "Crazy Rich EAST Asians" sembari menambahkan "apakah sebuah kemenangan bagi perwakilan berarti mengganti orang kulit putih dengan peniru orang kulit putih[?]"[136] Banyak pengkritik film juga mengkritik adegan komedi ketika Rachel Chu dan Peik Lin merasa ketakutan dengan penjaga Gurkha, menyebut bahwa adegan tersebut menampilkan orang kulit cokelat sebagai pemangsa yang menakutkan digunakan untuk tertawaan,[137] buta dengan politik ras di Singapura,[138] dan menampilkan pertunjukan badut yang sama menyiksa layaknya Mickey Rooney sebagai juru foto Jepang yang hidup lebih baik daripada Audrey Hepburn dalam Breakfast at Tiffany's (1961).[116] Namun, sebuah komentar menyebut buku yang menjadi dasar film ini menunjukkan kesadaran akan kurangnya perwakilan bangsa minoritas dan sebetulnya menyinggung sikap tertutup beberapa kalangan sosial di Singapura, misalnya salah satu anggota keluarga tidak diakui karena menikah dengan orang Melayu.[139]
Namun, dijumpai pula kritik yang membela penggambaran perwakilan suku bangsa dalam film ini. Seorang warga Melayu-Singapura bernama Ilyas Sholihyn yang menulis untuk Coconuts menyebut sulit untuk membayangkan kisah ini bahkan dapat diterima oleh kebanyakan orang Tionghoa-Singapura karena fokus film ini terletak pada orang-orang yang sangat kaya, sembari menyebut Crazy Rich Asians tidak dibuat untuk penduduk asli Singapura, melibatkan sebuah film fantasi tinggi Holluwoof yang diciptakan untuk memancing daya tarik maksimum kepada orang Asia Timur di Amerika Serikat. Namun, dia mengkritik film ini karena alasan tertentu mengenai perwakilan, terutama bahwa adegan di Pusat Makanan Newton tidak memiliki keragaman budaya lewat juru masak dan makanan yang difoto, dan peran bagu jumlah warga Singapura bukan Tionghoa yang terbatas, seperti penjaga dan valet, menderita tokenisme.[135] Surekha A. Yadav dari Malay Mail membela kurangnya keragaman film tersebut, menggambarkannya sebagai penggambaran akurat tentang orang Singapura Tionghoa, terutama yang kaya, yang, per statistik dari Institute of Policy Studies, memiliki interaksi minimal dan bahkan diskriminatif dengan kelompok minoritas Singapura . Mengenai film secara khusus, Yadav menjelaskan bahwa "ini adalah tepi yang sangat istimewa dari segmen atas masyarakat Singapura ini yang digambarkan oleh Crazy Rich Asia. Pada kenyataannya, ini adalah dunia di mana minoritas memainkan peran yang sangat kecil."[140]
Sutradara Jon M. Chu berkata dia akan bersemangat untuk menyutradarai sekuel jika film pertama seri ini sukses. Dia menyebut: "Kami memiliki cerita lain di luar dunia Kaya Tujuh Turunan yang siap untuk diceritakan juga, dari pembuat film dan pendongeng yang ceritanya belum diceritakan."[3]
Pada 22 Agustus 2018, setelah penayangan perdana film ini yang cerah, Warner Bros. Pictures mengonfirmasi sebuah sekuel yang masih dalam pengembangan, dengan Peter dan Adele yang kembali menulis naskah berdasarkan sekuel buku, Kekasih Kaya Raya. Jon berikut pemain film yaitu Constance, Henry, dan Michelle memiliki pilihan untuk turut terlibat dalam sekuel ini, walaupun beberapa aktor kunci masih terlibat dalam proyek film lainnya hingga 2020.[155][156][157] Produser Nina Jacobson kemudian mengumumkan bahwa Kekasih Kaya Raya dan sebuah adaptasi dari novel terakhir trilogi novel karya Kevin, Masalah Orang Kaya, akan difilmkan secara berurutan pada 2020 untuk mengurangi masa tunggu antara kedua film tersebut.[158]
Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag untuk kelompok bernama "note", tapi tidak ditemukan tag
Nama Bank Aladin rasanya tak asing lagi untuk detikers yang pernah ke Alfamart. Biasanya ada neonbox atau poster Bank Aladin di toko ritel ini.
Tahukah detikers, salah satu pemegang saham pengendali Bank Aladin adalah John Dharma J Kusuma atau yang lebih dikenal dengan John Kusuma.
John merupakan konglomerat yang merupakan pewaris perusahaan rokok ternama di Indonesia dan dia juga memiliki bisnis bank.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari Forbes total harta John sebesar US$ 1,2 miliar atau setara dengan Rp 18,6 triliun (asumsi kurs Rp 15.500).
John adalah salah satu petinggi di PT Nojorono Tobacco International (Nojorono). Perusahaannya merupakan produsen rokok kretek di Indonesia dengan merek Minak Djinggo dan Class Mild.
Perusahaan Nojorono ini didirikan pada 14 Oktober 1932 oleh Ko Djee Siong dan Tan Djing Thay di Kudus, Jawa Tengah.
Pada 1990, kepengurusan Nojorono diwariskan ke generasi ketiga termasuk John Kusuma. Kini Nojorono menduduki posisi kelima di industri rokok terbesar di Indonesia. Penjualan rokok bisa menyentuh 10 miliar batang per tahunnya.
John sendiri memiliki saham di Bank Aladin Syariah.
Hal itu terungkap dalam prospektus IPO Bank Aladin, di balik nama NTI Global, pemegang saham pengendali terakhir (PSPT) alias beneficial ownership.
Sejak awal tahun 2021 lalu, saham berkode Bank Aladin mengalami kenaikan signifikan. Bank Aladin melantai perdana di bursa pada 1 Februari 2021, dengan harga penawaran umum perdana saham diangka Rp 103 per saham.
Dalam 6 bulan terakhir, saham perseroan sudah meroket 16,23% dengan nilai kapitalisasi pasar Rp 40,78 triliun.
Kini, John adalah pemegang saham terakhir NTI Global dan pengendali Bank Net Syariah. Sehingga tak heran hal ini turut menyumbang kekayaan dari John.
Permainan Mahjong menjadi salah satu klimaks dalam film 'Crazy Rich Asians'. Ada sebuah dialog yang paralel terjadi di antara karakter Rachel Chu dengan ibunda kekasihnya, Eleanor.Belum lama ini, sutradara Jon M Chu mengungkapkan makna dari adegan tersebut. Mahjong sendiri merupakan permainan yang melibatkan para pemainnya melengkapi 14 balok berukir serupa yang diperoleh dari balok-balok yang dibuang oleh lawannya.Eleanor menjadi pemenang pertama yang berhasil melengkapi balok-balok yang ia miliki. Pada kenyataannya, Rachel yang sengaja membuat Eleanor memperoleh kemenangan.
Hal itu dimaknai tujuan Rachel yang mengorbankan kebahagiaan dirinya dan sang kekasih Nick. Bagi sang sutradara sendiri, hal ini dimaknai personal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jon M Chu menyebutnya permainan yang ia selipkan dalam film itu adalah sebuah metafor dari perjalanan yang dilalui Rachel dan Nick.
"Film ini sebenarnya bercerita tentang Rachel dan Nick. Dalam film ini, Rachel berusaha menemukan sisi yang berharga dari dirinya. Apapun yang ia hadapi, ia hadapi dengan berani layaknya naga. Termasuk ketika ia harus pergi dan putus dari Nick," ujar Jon M Chu.
Sentuhan halus yang dibentuk oleh Chu yakni ketika memposisikan Rachel yang duduk di sisi barat dan Eleanor yang duduk di sisi timur saat keduanya saling berhadapan dan memulai permainan Mahjong.
"Hal-hal itu mewakili apa yang aku alami sepanjang hidupku. Di sisi manakah aku berada? Apakah aku mengikuti kultur Amerika yang fokus pada kebahagiaan dan mengejar mimpi? Atau aku didominasi tempat asalku di China yang mengorbankan kebahagiaan demi keluarga? Hal-hal ini yang dihadapi juga oleh banyak orang," kata Chu.
Seperti drama romantis pada umumnya, 'Crazy Rich Asians' berujung kebahagiaan bagi Rachel dan Nick. Film ini telah direncanakan juga untuk digarap sekuelnya.Diadaptasi dari novel laris karya Kevin Kwan, pesta dan cinta bakal berlanjut di film berikutnya.
Jakarta, CNBC Indonesia - Setiap orang pasti senang mengetahui dirinya memperoleh keistimewaan berupaya kekayaan melimpah dari lahir. Sebab, orang itu tak lagi perlu susah payah mencari uang hingga dewasa.
Namun, ada satu orang rupanya yang justru tak senang atas keistimewaan itu. Orang itu bernama Bob Sadino.
Lahir dari keluarga berkecukupan sebenarnya tidak membuat Bob Sadino pusing memikirkan masa depan. Dia bisa minta uang ke bapaknya untuk jalan-jalan keliling dunia atau sekedar nongkrong bareng teman.
"Dari kecil saya hidup berkecukupan. Jenuh banget! Saya memutuskan untuk memiskinkan diri," kata Bob dalam Bob Sadino: Mereka Bilang Saya Gila (2009)
Ucapan itu keluar dari mulutnya sekitar tahun 1967. Di tahun itu dia sudah berusia 34 tahun dan sudah pernah kerja di Unilever, perusahaan pelayaran Djakarta Lyold, hidup sembilan tahun di Belanda, dan punya dua mobil Mercedes Benz.
Beranjak dari rasa jenuh itulah dia memutuskan untuk menjalani hidup sebagai pengusaha, ketimbang bekerja bersama orang lain. Sebagai modal hidup, sesampainya di Indonesia, dia memanfaatkan Mercedes Benz miliknya.
"Satu ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan, yang ketika itu masih sepi dan lebih berupa sawah dan kebun. Mobil satunya lagi ia taksikan. Bob sendiri sopirnya," tulis pengarang buku Apa dan Siapa? (2004)
Nahas, saat menjadi sopir taksi musibah menimpa Bob. Terjadi kecelakaan dan mobilnya hancur. Otomatis, mata pencahariannya menghilang. Agar bisa menghidupi anak dan istrinya, dia banting setir jadi kuli bangunan. Baginya ini adalah keputusan terbaik, lagi-lagi dibanding bekerja dengan orang. Padahal saat itu, istrinya bisa dengan mudah bekerja di perusahaan karena punya pengalaman mentereng kerja di luar negeri.
Alhasil, dia menjalani fase itu dengan kesulitan. Keinginan hidup miskin pun tercapai. Namun, rupanya menjadi miskin membuat Bob Sadino pusing. Dia tak punya uang dan merasa kesulitan berbisnis. Dia tidak mau sembarangan memakai uang tabungan meski bisa menolong kehidupannya.
Sampai suatu hari pada 1967, Bob bertemu dengan Sri Mulyono Herlambang, seorang eks-Jenderal dari Angkatan Udara Republik Indonesia. Sri Herlambang diketahui baru saja memulai bisnis ternak ayam ras dari Jepang dan Amerika. Karena pasar di Indonesia masih minim, Sri mengajak Bob untuk ternak ayam saja.
Bahkan, Sri tak sekedar mengajak. Dia memberikan 50 ekor ayam ras secara gratis sebagai modal pertama. Seluruh ayam itulah yang dimanfaatkan untuk hidup. Dia menjadikan ayam itu sebagai ayam petelur. Hasil telur itulah yang ditawarkan dari rumah ke rumah. Dari sinilah, Bob sebagai pengusaha mulai dikenal banyak orang. Tercatat ada 15 rumah yang jadi langganannya.
Seiring waktu, dua tahun setelah sukses jadi pedagang telur, Bob mendirikan toko serba ada bernama Kem Chiks pada 1969 di Kemang. Di toko itulah dia menjual telur, sayuran hidroponik, dan daging ayam potong.
Pada tahun 1980-an, Kem Chiks sangat berjaya. Pengunjung tokonya mencapai 1.200 orang per hari. Lalu per bulan, tokonya sukses menjual 40-50 ton daging segar, 60-70 ton daging olahan, dan 100 ton sayuran segar.
Hingga akhirnya, Bob membangun toko di Pondok Indah dan Jl. Balikpapan Jakarta. Total seluruh cabangnya memperkerjakan 300-an orang. Tak hanya itu, dia juga membangun pabrik daging olahan yang memproduksi sosis dan ham. Olahannya kemudian dipasarkan di Jakarta, Medan, Bandung, Semarang dan Surabaya.
Sejak itulah dia dikenal sebagai pengusaha besar di era Orde Baru, dengan gaya khasnya: pakai kemeja dan celana pendek. Sebelum meninggal pada 2015, Bob selalu mengajak para sarjana mengikuti jejak hidupnya, yakni memilih menjadi pengusaha ketimbang bekerja dengan orang.
Saksikan video di bawah ini:
Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global
Orang terkaya di dunia umumnya didominasi oleh kelompok elite asal Amerika Serikat. Namun, ternyata ada juga crazy rich Muslim yang berasal dari India, Nigeria hingga Timur Tengah.
Bahkan deretan crazy rich Muslim itu juga memiliki harta yang tak main-main.
Berikut beberapa miliarder Muslim yang masuk dalam deretan orang terkaya dunia, dilansir detikHikmah dari Forbes Real Time Billionaires Rankings:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pangeran Al Waleed bin Talal Al Saud
Total kekayaan Pangeran Al Waleed bin Talal Al Saud menurut Forbes mencapai US$ 18,7 miliar atau Rp 307 triliun. Pangeran Al Waleed bin Talal Al Saud diketahui memiliki perusahaan swasta dan publik di Eropa, Amerika dan Timur Tengah melalui Holding Co. Adapun 5% di antaranya terdaftar di Bursa Efek Saudi (terdaftar sebagai pemilik 95 % lainnya).
Selain itu, Pangeran Al Waleed bin Talal Al Saud juga memiliki beberapa hotel seperti Seasons Hotels & Resorts, Hotel George V di Paris dan Hotel Savoy di London. Di samping itu, ia juga memiliki real estate di Arab Saudi, sebagian besar perusahaan hiburan berbahasa Arab Rotana dan aset lainnya.
Aliko Dangote merupakan seorang muslim Afrika yang dinobatkan sebagai orang kulit hitam terkaya di dunia. Lahir pada tahun 1957 di Kano State, Nigeria pengusaha Muslim itu memang sedari kecil tumbuh di keluarga pengusaha.
Ia mendirikan Dangote Group. Ia juga memiliki kilang minyak terbesar. Forbes mencatat total kekayaannya US$ 13,7 miliar atau Rp 225 triliun.
Azim Premji merupakan seorang pengusaha Muslim asal India. Melansir detikFinance, ia dijuluki sebagai 'Raja Teknologi" India melalui Wipro, salah satu penyedia layanan perangkat lunak terbesar di India.
Premji pertama kali terjun ke dunia bisnis karena sang ayah meninggal. Ia ditunjuk oleh keluarga untuk mengurus bisnis minyak goreng. Namun setelah ia berkecimpung dalam dunia bisnis, Premji lalu melebarkan sayapnya ke bisnis perangkat lunak.
Untuk diketahui, Wipro punya pusat inovasi du Silicon Valley yang fokusnya pada bidang pengembangan teknologi terbaru dan berkolaborasi dengan startup.
Yusuf Ali berasal dari sebuah desa di negara bagian Kerala di India Selatan. Ia berangkat ke Abu Dhabi pada tahun 1973 untuk bergabung dengan bisnis distribusi kecil milik pamannya. Di sana kemudian ia mulai mengembangkan bisnisnya.
Lulu Group International yang Yusuf pimpin pendapatan sekitar US$ 8,4 miliar atau Rp 138 triliun. Lulu Group International memiliki total 256 hipermarket dan mal. Selain itu, Yusuf juga memiliki aset lain seperti Waldorf Astoria di Skotlandia dan Great Scotland Yard Hotel, bekas markas besar Polisi di Inggris.
Abdulsamad Rabiu adalah salah satu muslim terkaya dunia asal Nigeria. Rabiu terlahir dari keluarga kaya. Ayahnya adalah Khalifah Isyaku, pengusaha kenamaan di negara bagian utara Nigeria pada tahun 70-an. Usaha ayahnya bergerak di sektor jual beli komoditas.
Melansir CNN Indonesia, berbekal latar belakang pendidikan dan pengetahuan bisnis dari sang ayah, Rabiu mampu menjalankan bisnis dengan baik selama ayahnya dipenjara. Bahkan bisnis yang ia jalankan tersebut dapat berkembang dan berekspansi ke luar wilayah.
Abdulsamad Rabiu mendirikan BUA Group yang aktif dalam produksi semen, penyulingan gula dan real estate. Forbes menyebut pengusaha muslim ini masuk dalam kategori terkaya urutan ke-531 di dunia dengan kekayaan sekitar US$ 5,6 miliar atau Rp 92 triliun.
Hussain Sajwani dikenal sebagai konglomerat properti dari Uni Emirat Arab (UAE). Adapun kekayaannya berasal dari perusahaan pengembang properti mewah bernama Damac Properties.
Damac Properties didirikan pada tahun 2002. Sajwani dikenal sebagai pengusaha 'boros'. Karena untuk pemasarannya, ia terkadang menawarkan Lamborghini gratis kepada pembeli apartemen. Estimasi kekayaan Sajwani ialah sebesar US$ 5,1 miliar atau Rp 83 triliun.
Sajwani lahir pada 1953 dan dibesarkan oleh keluarga kelas menengah yang memiliki latar belakang pengusaha.
Melansir Forbes India, Ayah Sajwani adalah seorang pedagang yang memiliki kios dan menjual beragam barang seperti pena hingga jam tangan di pasar lokal. Sejak kecil ia sering membantu sang ayah berjualan di pasar sepulang sekolah.
Abdulla bin Ahmad Al Ghurair & Family
Abdulla bin Ahmad sering disebut crazy rich Dubai, dan masuk dalam jajaran orang terkaya Timur Tengah. Marga Al Ghurair memang dikenal sebagai keluarga pebisnis yang memiliki peran penting dalam ekonomi UAE.
Ayah Ahmad Al Ghurair membangun bendera bisnis kemudian gurita bisnisnya diwariskan kelima putranya dan yang paling sukses ialah Abdulla.
Per bulan Juni 2024, Forbes mengestimasi kekayaan Abdulla US$ 3,9 miliar atau Rp 64,1 triliun.
Simak selengkapnya di sini
Liputan6.com, Jakarta Telah beredar informasi adanya dugaan Kerajaan dan Konsorsium 303, judi online di internal Korps Bhayangkara. Dalam informasi itu, Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo menjadi pimpinannya.
Dalam kasus hudi online ini, nama Tom Liwafa, crazy rich Surabaya ikut terseret dalam pusara dugaan skema judi online konsorsium 303 ini.
Tak mau terseret di dalam kasus ini, Tom Liwafa pun langsung memberikan klarifikasi melalui unggahan video di akun sosial media (sosmed) Instagram miliknya @tomliwafa.
Dalam video yang diunggah di InstaStory miliknya, Tom Liwafa membantah terlibat dalam kasus konsorsium 303.
"Assalamualaikum wr.wb, saya Tom Liwafa hari ini mengklarifikasi bahwa apa yang terjadi di Twitter, TikTok, ataupun di WA itu tidak benar, kenapa? Karena saya juga beraktivitas normal hari ini, saya masih ke kantor, saya masih di rumah, ini pakai baju begini," ucap Tom dikutip Liputan6.com, Jumat (19/8/2022).
Tom Liwafa kemudian mengucapkan terima kasih kepada seluruh teman-teman yang sudah mendukungnya karena dirinya memastikan tidak ikut dalam kasus konsorsium 303.
"Terima kasih buat para temen-temen yang udah pada support, awak media juga yang sempet telpon juga saya konfirmasi. Dan saya pastikan saya tidak terlibat dengan 303. Jadi sekarang saya di rumah, santai, gak ada masalah, ga ada apapun," terang dia.
Tom Liwafa pun heran mengapa namanya bisa ikut terseret dalam kasus judi online itu. Lantan menurutnya, adalah hal biasa jika dirinya berteman atau kenal dengan pejabat-pejabat publik.
"Nah makanya kenapa nama saya dicatut saya juga kaget temen-temen, saya juga gak nyangka. Kalau Steven itu temen saya, beberapa pejabat juga temen saya gitu, dari Bupati Wali Kota, atau dari Kepolisian, Pajak, pasti kan kita saling, event bareng, jadi normal kalau saya kenal dengan A B C D E F G," terang Tom.
Nama Ferdy Sambo kembali membuat heboh setelah sebuah grafik skema judi online yang mencatut nama suami Putri Candrawathi serta sejumlah jenderal Polri viral di media sosial.
Nama Tom Liwafa Crazy Rich Surabaya mendadak terseret dalam kasus Ferdy Sambo. Tom Liwafa diduga terlibat dalam konsorsium judi 303 Sambo.
Lewat sebuah unggahan media sosial, nama Tom Liwafa terseret kasus judi online Ferdy Sambo.
Unggahan yang dibagikan oleh akun Twitter @Opposite090192 itu memperlihatkan gambar seperti bagan dengan judul Kaisar Sambo dan Konsorsium 303.
Pada unggahan tersebut, Tom Liwafa diduga sebagai orang yang berperan untuk membagikan uang ke beberapa pihak.
"Tom Liwafa alias Tomli alias Arizal Liwafa. Mencuci uang setoran 303 melalui TL (Crazy Rich Surabaya). Menggunakan banyak macam usaha legal milik TL. Hasil pencucian uang disetorkan TL kepada Nico Afinta melalui Taufik Herdiansyah. Taufik berperan sebagai kasir wilayah Jatim," isi pernyataan pada unggahan tersebut.
"TL & SS (Crazy Rich Surabaya) melakukan investasi di judi online dengan membuat lebih dari 10 website bekerja sama dengan mafia judi Philipina," lanjutnya.
Menanggapi hal itu, Tom Liwafa langsung buka suara dan memberikan klarifikasi.
Lewat unggahan Instagram Stories, Tom tegas membantah isu dirinya terlibat dalam judi online Ferdy Sambo.
"Pagi pagi banyak yang wa, dan kasih foto saya dengan petinggi petinggi di jajaran polri. Terimakasih yang sudah bikin hoax dan berhasil melambungkan nama saya meski memang itu termasuk pencemaran nama baik. Pasti saya juga gak diam untuk menyikapi hal ini," tulis Tom Liwafa.
Baca halaman selanjutnya.
Selain memberikan bantahan, Tom Liwafa juga mengaku siap bila pihak kepolisian ingin melakukan pemeriksaan pada dirinya.
"Saya siap untuk di periksa kapanpun itu. Namun jika tak terbukti sama sekali, pasti saya juga ambil langkah hukum," tulis Tom.
"Karena sebagai warga Indonesia saya juga ada hak jawab. Saya tidak ada kaitannya dengan hoax tsb! Kalo sampe yang menyebar ini adalah oknum 303, silahkan di lanjutkan, karena saya tentu gak akan diam," sambungnya.
Tom Liwafa bahkan sampai menantang pihak yang menyebarkan hoaks untuk membuktikan isu tersebut.
"Silahkan di buktikan, apakah saya tetap di luar atau mendekam. Kalo bersih ngapain saya risih. Sekali lagi saya tekankan berita yang tersebar tidak benar," tutup Tom Liwafa.